Notification

×

Indeks Berita

RAMADHAN

Tag Terpopuler

Ketua Umum BAKORNAS Hermanto ; Anggaran Perjalanan Dinas Masih Marak di Korupsi

Minggu, 06 April 2025 | April 06, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-04-06T23:29:46Z


TransSulteng-Bogor - Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM BAKORNAS), Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL mengatakan bahwa di Indonesia masih sangat banyak dan masih sangat marak praktik – praktik korupsi dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas atau penggunaan anggaran untuk perjalanan dinas fiktif.

Ia menyebut sebagaimana yang diketahui publik beberapa diantaranya yaitu;

Kasus Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif di Riau yang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Riau pada awal tahun 2025. 

Kasus Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif di Labuhanbatu  yang ditangani oleh Polres Labuhanbatu pada tahun 2022. 

Kasus korupsi dana perjalanan dinas fiktif senilai Rp2,3 miliar oleh Kepala Dinas Pendidikan Riau pada tahun 2024.

Kasus Korupsi Perjalanan Dinas pada Tujuh SKPD Pemkot Bontang Dengan Total Kerugian Sebesar Rp77.714.679,00 pada tahun 2024.

Hermanto menyebut sangat banyak dan masih sangat marak Kasus Korupsi Perjalanan Dinas Fiktif yang terjadi di Indonesia termasuk kasus kasus korupsi perjalanan dinas fiktif DPRD yang terjadi di banyak daerah di negeri ini, katanya.

Hermanto mengatakan, Korupsi perjalanan dinas adalah tindak pidana yang merugikan negara karena penggelapan anggaran perjalanan dinas.

Ia mengungkapkan Banyak ASN atau pejabat publik yang berpikir, selama dokumen pertanggung jawaban atas perjalanan dinas sudah lengkap dan sesuai prosedur, maka gugurlah indikasi kerugian keuangan negara. Padahal aspek efisiensi penggunaan anggaran perlu ditinjau dari sudut pandang yang lebih luas, bukan sekedar pemenuhan administrasi belaka, ungkap Hermanto. Pada awak media, (6/4/25).

Terkadang, perjalanan dinas ke daerah/lokasi tertentu tidak didasarkan alasan yang cukup sesuai dengan program kerja instansi pemerintah. Bahkan, sudah menjadi maklum ketika agenda mudik oknum ASN maupun pejabat publik  atau menghadiri pernikahan rekan kerja sesama oknum ASN di kampung halaman dibungkus dengan kemasan perjalanan dinas.

Pegiat anti korupsi itu menyebut, Beberapa rapat instansi pemerintah yang dilaksanakan di hotel seringkali terlihat hanya judul kegiatannya saja yang masih terpampang di display ruang rapat hotel, sementara peserta rapatnya - para ASN atau pejabat publik, sudah 'balik kanan' lebih awal karena rapat telah selesai satu hari sebelumnya.

Inefisiensi lainnya muncul dalam penentuan jumlah peserta perjalanan dinas. Masih ada oknum ASN yang hanya kebagian tugas 'jalan-jalan' ketika perjalanan dinas.

Ditambah lagi, durasi perjalanan dinas yang diatur selesai lebih cepat supaya ada waktu bagi ASN untuk berwisata, mengunjungi keluarga, dan bahkan untuk kegiatan yang samasekali tidak ada kaitannya dengan tugas dan fungsi kedinasan, pungkas Hermanto

Ketua umum BAKORNAS menilai bahwa fenomena ini tentu sangat memprihatinkan. Bagaimana mungkin Indonesia bisa bebas dari korupsi, jika perkara korupsi perjalanan dinas masih dianggap hal yang sepele. ASN atau pejabat publik seharusnya yang menjadi garda terdepan dalam pencegahan korupsi.

Menyikapi hal ini BAKORNAS mengajak seluruh lapisan masyarakat, mari kita turut mengawasi implementasi program dan kinerja instansi pemerintah. Kritik dan peringatan terhadap penyimpangan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bebas dari korupsi. Untuk mencapai kondisi tersebut, pencegahan korupsi bisa dimulai dari pelaksanaan perjalanan dinas dan rapat di luar kantor yang efisien, sahut Hermanto

Hermanto menyebut bahwa Korupsi atau perjalanan dinas fiktif merupakan Penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur dalam Undang-undang    Nomor  30  Tahun  2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Penyalahgunaan wewenang dalam perintah  perjalanan  Dinas    dengan  sebuah alasan melaksanakan Surat Perintah Perjalanan  Dinas  (SPPD)  terkadang  sering menimbulkan  laporan  pertanggungjawaban fiktif    sehingga    tidak    sedikit    keuangan Negara yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena melekat kewenangan  dari  yang  bersangkutan  yang berhubungan  dengan  perintah  tugas  dalam melakukan perjalanan Dinas yang berhubungan    dengan    bidang    tugas    dan jabatannya.  Namun  dalam  fakta  yang  ada, Surat   Perintah   Perjalanan   Dinas   tersebut lebih  banyak  melibatkan  para  pejabat  dan beberapa  diantaranya  ada  juga  melibatkan pegawai   golongan   rendah   atau   bawahan.  Keterlibatan  pegawai  golongan  rendah  atau bawahan   dalam   kaitannya   dengan   Surat Perintah   Perjalanan   Dinas   (SPPD)   tidak terlepas dari tugas bawahan yang menyiapkan  biaya  perjalanan  dinas  dalam hal  ini  bendahara  pengeluaran,  menyiapkan surat perintah membayar, menyiapkan surat perintah tugas (SPT), menyiapkan dokumen pertanggungjawaban   berupa   boarding   pas dan lain-lain.

Maka akuntabel dan kewajarannya, terhadap anggaran perjalanan dinas perlu diketahui masyarakat luas dan tindak lanjut dari seluruh pihak baik lembaga pengawas maupun lembaga penegak hukum.

Hermanto mengeaskan bahwa Penyalahgunaan wewenang   dalam tindak   pidana   korupsi   sebagaimana   yang sudah  dijelaskan  dalam  ketentuan  pasal  3 Undang-undang   nomor   31   Tahun   1999 Juncto  Undang-undang  Nomor  20  Tahun 2001 Tentang Pemberantasan     Tindak Pidana Korupsi selanjutnya disebut UUPTPK yang menyatakan : “Setiap  orang  yang  dengan  tujuan menguntungkan   diri   sendiri   atau   orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya  karena  jabatan  atau  kedudukan yang   dapat   merugikan   keuangan   negara atau perekonomian negara, dipidana dengan  pidana  penjara  seumur  hidup  atau pidana   penjara   paling   singkat   1   (satu) tahun  dan  paling  lama  20  (dua  puluh) tahun  dan/atau  denda  paling  sedikit  Rp. 50.000.000,00,-  (  lima  puluh  juta  rupiah) dan  paling  banyak  Rp.  1.000.000.000,00,-( satu miliar rupiah)”.

Perlu saya tegaskan, kata Ketua Umum BAKORNAS itu, bahwa adanya Pengembalian kerugian negara yang diakibatkan perjalanan dinas fiktif hal itu tidak mengurangi   pidananya, karena telah terjadi penyalahgunaan wewenang dan upaya perbuatan melawan hukum, yaitu penggunaan anggaran yang fiktif. Seandainya tidak ketahuan tentu pengembalian tersebut tidak terjadi. 

Maka penegakan hukum bukan saja fokus pada nilai dan nopminal kerugian atau pengembalian, malainkan juga pada aspek penyalahgunaan wewenang, upaya perbuatan melawan hukum, dan telah terjadinya penyimpangan seperti LPJ fiktif, alokasi dana yang tidak pada seharusnya, tutup Hermanto.(Syarif)

Narasumber : Hermanto, S.Pd.K., S.H., CPS., CLS., CNS., CHL

Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM BAKORNAS)

×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini