TransSulteng-Semarang-pada tanggal 30 Januari 2025 – Proses reklamasi merupakan kegiatan yang memerlukan izin dari instansi berwenang sebelum dapat dilaksanakan.
Menurut Kepala BPN Kota Semarang, Rudi Prihantoro, A.Ptnh., MM, MH, setiap permohonan reklamasi harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis yang ketat.
"Reklamasi dapat dilakukan jika sudah mendapatkan izin resmi dari instansi yang berwenang. Setelah reklamasi selesai, lahan tersebut bisa diajukan untuk mendapatkan sertifikat kepemilikan, namun tetap harus melalui proses verifikasi yang ketat," ujarnya pada Kamis (30/1/2025).
Rudi menjelaskan bahwa untuk menerbitkan sertifikat tanah hasil reklamasi, ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi:
1. Izin Reklamasi – Pemohon harus memperoleh izin reklamasi dari instansi terkait, termasuk kajian lingkungan dan persetujuan teknis.
2. Pelaksanaan Reklamasi – Setelah izin diterbitkan, proses reklamasi harus dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Verifikasi dan Pengukuran – Setelah reklamasi selesai, tim dari BPN akan melakukan pengecekan fisik dan memastikan kesesuaian dengan izin yang diberikan.
4. Penerbitan Sertifikat – Jika semua persyaratan terpenuhi, pemohon dapat mengajukan sertifikasi tanah kepada BPN.
Sebagai langkah pencegahan, BPN juga mendorong masyarakat untuk aktif menjaga tanahnya agar tidak diklaim pihak lain.
"Kami mengimbau masyarakat untuk memasang tanda batas kepemilikan di tanah mereka yang belum dihuni. Hal ini akan membantu menghindari klaim ilegal dari pihak yang tidak bertanggung jawab," tambahnya.
Para mafia tanah sering kali berdalih melakukan reklamasi dan mengklaim telah mendapatkan izin dari pihak terkait.
Menanggapi hal ini, Rudi menegaskan bahwa laut dapat diberikan sertifikat legal selama mendapat izin dari instansi berwenang lainnya.
Rudi juga menyoroti maraknya praktik mafia tanah yang beroperasi dengan pola sindikat. Menurutnya, mafia tanah bukan hanya satu individu, melainkan jaringan yang terorganisir.
Setiap sertifikat yang diterbitkan oleh BPN selalu berawal dari permohonan dan bukti alas hak yang jelas. Untuk penerbitan hak atas tanah hasil reklamasi, harus ada izin dari berbagai pihak berwenang. Selain itu, kondisi fisik lahan harus berupa daratan, bukan lautan yang tiba-tiba diklaim sebagai milik pribadi.
"Tanah yang dulunya berupa daratan tetapi terkena abrasi hingga berubah menjadi laut dikategorikan sebagai tanah musnah. Contohnya di Semarang, dalam pembangunan jalan tol, ganti rugi diberikan dalam bentuk santunan (kerohiman), bukan kompensasi layaknya tanah daratan," jelasnya.
Lebih lanjut, Rudi mengungkapkan bahwa banyak kasus mafia tanah terjadi karena masyarakat tidak merawat atau mengurus legalitas tanahnya.
"Merawat tanah adalah bagian dari kewajiban pemilik, baik melalui sertifikat maupun penguasaan fisik. Jika tanah kosong tidak dijaga, mafia tanah bisa menganggapnya sebagai lahan tak bertuan," katanya.
Untuk mencegah hal ini, pihak BPN terus berkoordinasi dengan pemerintah desa karena mereka lebih memahami status kepemilikan tanah di wilayahnya.
"Kami mengimbau masyarakat agar merawat tanahnya, terutama yang belum dihuni. Salah satu cara sederhana adalah memasang tanda batas atau plang kepemilikan, sehingga orang lain mengetahui bahwa tanah tersebut sudah ada pemiliknya," pungkasnya.
(Vio Sari)