TransSulteng-Palu-Koalisi Rakyat Anti Korupsi (Krak) Sulawesi Tengah (Sulteng) secara resmi menyerahkan laporan terkait dugaan penyalahgunaan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) dalam proyek pembangunan infrastruktur jalan nasional yang dilaksanakan oleh PT. AKAS pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tengah, Senin 21 Oktober 2024.
Koordinator KRAK, Harsono Bereki, S.Sos, mengungkapkan bahwa PT AKAS menggunakan Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) yang diterbitkan oleh DPMPTSP sebagai dalih untuk mengelabui Aparat Penegak Hukum (APH).
Padahal, SIPB tersebut hanya berlaku untuk material lepas seperti pasir, tanah urug, dan batuan lepas lainnya, bukan untuk material yang diolah menggunakan breaker atau stone crusher, seperti pasangan batu dan batu split.
Dinas PUPR Kabupaten Tolitoli bahkan pernah menyatakan keberatannya atas penerbitan SIPB untuk PT AKAS. Ada dugaan kuat telah terjadi persekongkolan dalam proses penerbitan izin tersebut, yang memungkinkan PT AKAS untuk mendapatkan keuntungan besar dengan biaya rendah, meski mengorbankan kualitas pekerjaan.
Harsono mengharapkan penyidik Kejati Sulteng segera melakukan pemeriksaan mendalam untuk mengungkap potensi tindak pidana yang terjadi dalam proyek ini.
Selain itu, ia juga menyoroti adanya pembiaran dari Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) yang membuat PT AKAS bisa bebas menggunakan material yang tidak sesuai spesifikasi.
Dalam laporannya, KRAK SULTENG menduga penerbitan SIPB oleh DPMPTSP adalah upaya untuk mengelabui APH agar material yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur PT.AKAS dianggap legal.
Sebelumnya penerbitan SIPB untuk PT AKAS mendapatkan keberatan dari Dinas PUPR Kab Tolitoli.
Dalam suratnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tolitoli menegaskan bahwa berdasarkan Undang-undang nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. PP 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang dituangkan dalam paragraf 2 pasal 100 ayat (1) Pelaksanaan Kegiatan Pemanfaatan Ruang Untuk Kegiatan Berusaha diperoleh melalui Online Single Submission (OSS) dan Peraturan Menteri Agraria dan Tataruang /Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan Singkronisasi Program Pemanfaatan Ruang dalam pasal 2, "Seluruh Kegiatan Pemanfaatan Ruang harus terlebih dahulu memiliki dokumen Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR)", serta pada Peraturan Pemerintah Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, dalam pasal 181 bahwa dokumen yang harus di upload adalah Izin Lokasi atau KKPR yang masih berlaku untuk mendapatkan KKPR terbit secara Otomatis.
Penerbitan KKPR secara otomatis yang ditandatangani Kepala DPMPTSP secara elektronik untuk melengkapi syarat penerbitan SIPB pada kegiatan pemanfaatan material timbunan PT. AKAS menurut Dinas PUPR yang berkewenangan terhadap Tata Ruang Kabupaten Tolitoli adalah merupakan bentuk tindakan yang menyalahi aturan dan merugikan daerah karena pemohon tidak mengupload dokumen yang benar, sehingga KKPR yang telah diterbitkan harus dibatalkan.
Berdasarkan ketentuan, kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang akan dibatalkan beserta perizinan berusaha yang terbit, apabila pemohon memberikan data yang tidak benar dan atau memberikan keterangan palsu.
Harsono juga menjelaskan bahwa berdasarkan hasil konsultasi Tim KRAK Sulteng ke Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah diketahui bahwa Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) hanya untuk material lepas berupa pasir, tanah urug dan batuan lepas lainnya, sehingga untuk material yang diambil dengan menggunakan breaker untuk pasangan batu dan material untuk batu split yang di proses menggunakan stone crusher tidak bisa menggunakan dasar izin SIPB, melainkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
"Kami menduga ada persekongkolan dalam penerbitan SIPB agar PT. AKAS dapat menggunakan material alternatif untuk dapat keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya sekecil-kecilnya tanpa memikirkan kualitas pekerjaan".
KRAK Sulteng berharap agar Kejati Sulteng dapat segera melakukan pemeriksaan mendalam terhadap penerbitan SIPB oleh DPMPTSP Sulteng mengingat sebelumnya sudah ada beberapa SIPB yang terbit dalam kawasan hutan lindung dan diminta oleh Dinas ESDM Provinsi Sulawesi Tengah untuk di batalkan namun tetap masih berlaku sampai dengan hari ini.