TransSulteng-Pasuruan - Beberapa media online baru-baru ini memuat pemberitaan yang menyudutkan Eko Prayitno, Ketua Pasar Desa Randupitu, Pasuruan, tanpa disertai bukti yang kuat. Eko, yang ditunjuk sebagai Ketua Pasar berdasarkan SK dari Kepala Desa Haji Sodik pada tahun 2020, menyatakan bahwa ia telah memenuhi target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp13 juta per tahun, bahkan melampaui hingga Rp17,5 juta. Namun, meskipun telah berkontribusi positif, ia justru menjadi sasaran fitnah terkait dugaan penggelapan dana pasar.
Eko menjelaskan bahwa pada November 2023, ia memang sempat meminjam uang pasar sebesar Rp15 juta dengan jaminan BPKB motor Vario bernomor polisi N 4063 TBS. Perjanjian pinjaman ini akan berakhir pada November 2024, dan telah dibuat surat pernyataan resmi yang ditandatangani oleh Eko serta disaksikan oleh pengurus pasar dan Kepala Desa.
"Dalam surat pernyataan yang isinya bahwa Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa saya meminjam uang pasar desa Randupitu kepada pengurus pasar , pada bulan Nopember 2023 sebesar rp.15.000.000 (lima belas juta rupiah) dengan jaminan BPKB Motor Vario dengan nopol N 4063 TBS selama 1 tahun (satu tahun) terhitung sejak bulan November 2023 s/d November 2024 demikian surat pernyataan dibuat dengan sebenarnya, untuk dapat dipergunakan sebagai mana mestinya".
Dalam klarifikasinya, Muhammad Fuad, Kepala Desa Randupitu, menegaskan bahwa tidak ada lagi permasalahan antara Eko Prayitno dan Desa Randupitu. Klarifikasi ini disampaikan Fuad saat dihubungi oleh pihak Berita Istana.
"Sudah tidak ada permasalahan lagi antara Eko Prayitno dengan desa, dan kami sudah membuat pernyataan bersama," jelas Fuad melalui sambungan telepon berdurasi sekitar 4 menit 14 detik pada nomor 081230714***. Dalam percakapan tersebut, Fuad mengungkapkan bahwa masalah yang sebelumnya sempat muncul telah diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak ada lagi hal yang perlu dipermasalahkan.
Pernyataan ini diharapkan dapat menenangkan masyarakat Desa Randupitu yang mungkin sempat mendengar isu terkait. "Intinya, permasalahan sudah selesai, dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan," tutup Muhammad Fuad.
Indikasi Adanya Pemberitaan Tidak BerimbangWarsito, Pimpinan Redaksi Berita Istana, juga angkat bicara terkait isu ini. Ia menyebut bahwa pemberitaan yang menyerang Eko adalah upaya pihak tertentu yang merasa tidak nyaman dengan beberapa berita yang diterbitkan di media PT Berita Istana Negara. Warsito menyebutkan bahwa beberapa berita yang ditayangkan oleh media mereka, seperti kasus perselingkuhan RN dan AF, masalah parkir di Alfamart, Indomaret dan SPBU, serta berita terkait lingkungan di PIER, pertambangan,Gempol-9, menjadi sorotan besar dan mengundang kecemburuan dari oknum yang kemudian menyerang pribadi Eko.
Warsito menilai, pemberitaan yang menyerang Eko tersebut tidak memenuhi kaidah jurnalistik yang baik, karena tidak ada konfirmasi kepada yang bersangkutan dan tidak mengikuti prinsip 5W+1H. “Ini bukan produk jurnalistik yang berimbang, hanya upaya menjatuhkan rekan sendiri. Kami mengharapkan rekan-rekan pimpinan redaksi lebih teliti sebelum menerbitkan berita,” ungkap Warsito.
Penunjukan Eko Prayitno sebagai Kepala Perwakilan (Kaperwil) Berita Istana untuk wilayah Jawa Timur telah memunculkan dinamika internal yang cukup signifikan di kalangan para jurnalis di lingkup media ini khususnya di Kabupaten Pasuruan. Terjadi berbagai gesekan yang ditengarai berasal dari rasa kecemburuan, serta kekecewaan sebagian pihak terhadap keputusan redaksi.
Menurut Warsito, kecemburuan ini disertai dengan tindakan menjatuhkan dan memfitnah antar-rekan sendiri yang tadinya sama sama di media Berita Istana. Beberapa di antaranya merasa tidak terima atas penunjukan Eko Prayitno, yang dianggap mendapatkan posisi strategis ini tanpa adanya musyawarah atau seleksi terbuka. Selain itu, kekecewaan semakin mendalam setelah beberapa dari mereka meminta pihak redaksi Berita Istana untuk menurunkan (takedown) artikel yang dianggap sensitif, yakni terkait "Gempol-9" dan isu perselingkuhan yang melibatkan inisial RN dan AF. Namun, permintaan tersebut tidak digubris oleh pihak redaksi.
Penolakan untuk melakukan takedown ini kemudian diduga menjadi pemicu utama ketidakpuasan beberapa pihak, yang merasa aspirasi serta permintaan mereka tidak dipertimbangkan oleh redaksi.
"Kami hanya meminta perlindungan atas nama integritas dan nama baik media. Namun, pihak redaksi mengabaikan hal tersebut," ungkap salah satu pihak yang merasa tersingkirkan.
Kondisi ini semakin memperkeruh situasi internal dan menciptakan jurang yang semakin lebar di antara para jurnalis. Isu-isu ini diharapkan dapat diselesaikan melalui mediasi serta komunikasi yang baik, agar menjaga keharmonisan dan profesionalisme di lingkungan kerja Berita Istana.
Pihak Berita Istana berharap agar media online tetap berpegang pada etika jurnalistik dan mengedepankan akurasi serta keberimbangan informasi agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.(ArW)