TransSulteng-Pekan baru- Setiap kali melihat temannya atau anak-anak lain berangkat dan pulang sekolah dengan riang gembira, remaja bertubuh ramping itu dihinggapi perasaan campur aduk. Sedih dan kecewa karena tidak bisa seperti mereka walau juga punya keinginan kuat untuk bersekolah sebagai bekal masa depannya kelak.
Remaja bernama Dimas Harianto itu memang bernasib malang. Sebulan sudah berlalu, sejak pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2024 tingkat SMA/SMK Negeri Provinsi Riau berakhir, dan proses belajar mengajar di sekolah sudah dimulai, tamatan MTSS Al-Fadillah Pekanbaru ini masih tak kunjung mendapatkan sekolah untuk melanjut pendidikan yang sesuai kemampuan orangtuanya.
Ceritanya, saat seleksi PPDB tempo hari, Dimas mendaftar lewat jalur afirmasi (keluarga tak mampu) di SMK Negeri 2 Pekanbaru dengan pilihan jurusan Teknik Jaringan Komputer dan Telekomunikasi. Namun, anak sulung dari tiga bersaudara buah perkawinan Hardianto Gunawan dan Lisa Wati ini tereliminasi dari perangkingan calon siswa alias tidak lulus.
Ketidak lulusannya di SMK 2 yang berlokasi di Jalan Pattimura itu di luar dugaan dan jadi tanda tanya. Karena sejauh yang diketahui, calon siswa yang masuk dari jalur afirmasi atau keluarga tak mampu yang mengantongi Kartu Keluarga Sejahtera (KSS), biasanya akan diprioritaskan diterima di sekolah negeri. Namun apa daya, status orangtuanya sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang diterbitkan pemerintah tidak dapat membantu.
Dimas tentu saja sangat sedih dan kecewa. Padahal, ia sangat berharap dapat masuk SMKN 2 itu, karena disamping sesuai dengan keinginannya, juga tidak terlalu jauh dari rumahnya di kawasan Labuh Baru Barat, Payung Sekaki, Pekanbaru. Lebih-lebih, ia bisa bersekolah di situ tanpa dipungut karena karena berasal dari keluarga tidak mampu. Dengan demikian, orangtuanya yang berekonomi lemah tidak pusing lagi memikirkan biaya sekolahnya.
Setelah gagal masuk SMKN 2, oleh orang tuanya Dimas kemudian didaftarkan di SMK Muhammadiyah lewat PPDB Swasta jalur afirmasi. Sayang, remaja lugu ini juga ditolak alias tidak lulus saat proses seleksi di sekolah tersebut. Kenyaataan itu tentu saja membuat Dimas dan kedua orang tuanya merasa sedih dan cukup terpukul. Namun, lagi-lagi apa daya, mereka orang miskin sehingga tidak bisa berbuat banyak.
Bagaimana tidak, ayah Dimas hanya pekerja serabutan dan lebih sering sebagai pemulung yang penghasilannya terbatas dan tidak tetap. Untuk menambah penghasilan keluarga, sang ibu ikut banting tulang dengan menjadi tukang cuci di rumah orang kaya di sekitar kediaman mereka. Kendati kedua orangtuanya bekerja, toh penghasilan mereka tidak sepenuhnya mencukupi biaya hidup sehari-hari keluarganya. Mereka juga tinggal di rumah sewaan di Jalan Safari, Labuh Baru Barat.
Akan tetapi, melihat kemauan Dimas yang tinggi untuk melanjutkan pendidikan dan didukung keinginan meraih masa depan lebih baik, lewat Rosbinar Hutagaol, salah satu pengurus Aliansi Media Indonesia (AMI) DPW Riau, kenalan dari orang tua Dimas, coba dicarikan solusinya. Selanjutnya, persoalan Dimas ini pun sampai kepada Ketua Koordinator BEM se-Riau Alfikri Habibullah dan Ketua Koordinator BEM Kota Pekanbaru, Maulana.
Kedua aktivis itu terpanggil untuk membantu memfasilitasi keinginan Dimas melalui Dinas Pendidikan Riau. Termasuk memperjuangkan siswa kurang mampu lainnya untuk mendapatkan haknya bersekolah di SMA dan SMK Negeri yang terdekat dan sesuai dengan kondisi keluarganya. Mereka adalah calon siswa jalur afirmasi lain yang tereliminasi dari seleksi PPDB 2024 lalu.
"Sebelum ke Disdik saya bersama rekan rekan mahasiswa mendatangi beberapa sekolah SMA dan SMK di Pekanbaru. Informasi yang didapat dari pihak sekolah, jika ada data siswa masuk dari Disdik, maka pihak sekolah akan menerimanya," ungkap Fikri menirukan ucapan salah satu kepsek di Pekanbaru, kepada LintasRiau, baru-baru ini.
Fikri dan rekan-rekannya kemudian mendatangi Kantor Disdik Riau dan langsung diterima pejabat berwenang di instansi itu. "Pejabat itu bersedia memberi solusi untuk Dimas dengan merekom masuk ke SMKN 6 di Tenayan Raya. Pejabat itu berdalih, hanya di SMKN 6 masih ada kuota, sedangkan SMK lainnya sudah penuh," tutur Fikri.
Karena terlalu jauh jaraknya dari rumah, orang tua Dimas spontan menolak. "Alasannya, mereka orang miskin, pakai apa anaknya pergi sekolah yang terbilang jauh dari rumah mereka. Alhasil, sampai sekarang Dimas belum bersekolah. Nasibnya masih terkatung-katung dan terancam putus sekolah," sambung Fikri.
Presiden Mahasiswa Umri ini bisa memaklumi penolakan orang tua Dimas. Ia pun menyayangkan sikap pejabat Disdik yang tidak responsif dan bijak dalam memberikan solusi kepada calon siswa jalur afirmasi yang tereleminisi pada PPDB lalu.
"Semestinya direkom ke sekolah terdekat sesuai kondisi keluarga calon siswa. Tapi ini tidak, penempatannya cenderung tidak bijak dan rasioonal. Dan itu tidak hanya Dimas, hal yang sama juga diungkap siswa tak mampu lainnya. Saya kira alasan bahwa sekolah yang direkom itu yang masih kosong hanya dalih saja. Ada kecurigaan pejabat berwenang itu lebih mengutamakan calon siswa titipan dan masuk belakangan dari kalangan kolega dan pejabat ketimbang mereka yang mendaftar dari jalur afirmasi," tandas Fikri lagi.
Punyak Hak Sama
Menurut Rosbinar Hutagaol, semestinya calon siswa dari jalur ini afirmasi diberi prioritas untuk masuk di sekolah negeri, bukan malah sebaliknya. Sudahlah menjalani kehidupan susah karena keluarganya berekonomi lemah, untuk mendapatkan pendidikan yang layak pun susah. Padahal, mereka juga punya hak sama dengan anak lainnya.
"Setiap anak bangsa berhak mendapat pendidikan yang layak dan menjadi kewajiban negara. Para kepala sekolah dan pejabat berwenang di Disdik Riau sudah tahu dan sangat paham akan hal itu. Tapi mereka abaikan dengan berbagai dalih karena ada maksud dan kepentingan tertentu. Sudah rahasia umum, setiap PPDB selalu ada siswa titipan dan masuk belakang di sekolah negeri di Riau," papar Rosbinar
Merasa prihatin dengan nasib Dimas yang terancam putus sekolah, lanjut Rosbinar ia bersama jajaran pengurus DPP AMI di bawah pimpinan Ismail Sarlata, terpanggil untuk membantu dan turun langsung memperjuangkan sampai remaja dari keluarga miskin itu bisa melanjutkan pendidikan di SMK Negeri yang diinginkan.
"Termasuk juga calon siswa jalur afirmasi lainnya yang tersingkir dari PPDB 2024 lalu yang jumlah cukup banyak. Mereka adalah korban dari konspirasi atau permainan dalam proses PPDB oleh oknum kepala sekolah dan pejabat Disdik Riau," tandas Rosbinar
Sebagai langkah awal, DPP AMI telah mengerahkan jajarannya pengurus organisasinya untuk menggelar unjuk rasa di kantor Dinas Pendidikan Riau dan dilanjutkan ke DPRD Riau, Kamis (1/8/2024). Mereka mendatangi Disdik untuk mempertanyakan kepada pejabat berwenang terkait keterbukaan atau transparansi dan azas keadilan dalam pelaksanaan PPDB 2024. Karena nyatanya PPDB lalu menyisakan masalah, yang disinyalir akibat adanya konspirasi untuk kepentingan tertentu.
"Makanya kita sengaja menghadirkan Dimas dan seorang lulusan SMP sederajat yang sama-sama tereliminasi saat mendaftar lewat jalur afirmasi bersama orang tuanya, sebagai salah satu bukti pelaksanaan PPDB lalu masih jauh dari berkeadilan. Kita ingin lihat apakah kehadiran anak yang terancam putus sekolah ini dalam unjuk rasa yang kami lakukan kemarin akan menggugah pejabat berwenang di Disdik atau sebaliknya, tetap tutup mata dan tak peduli," beber Rosbinar.
Kenyataannya, lanjut dia, saat aksi demo yang dimotori DPP AMI kemarin itu masih tidak diperoleh kepastian atau solusi dari pejabat berwenang di Disdik Riau terkait nasib Dimas dan calon siswa yang tereleminir pada PPDB lalu. Disayangkan pula, keinginan para aktivis AMI untuk bisa bertemu dan berdialog langsung dengan pejabat Disdik Riau terkait, yakni Edi Rusmadinata (Sekretaris Disdik Riau) dan Arden Simeru (Kabid SMK dan Ketua PPDB Riau 2024), tidak dikabulkan.
Disamping tidak diperkenankan masuk halaman kantor, Pihak Disdik Riau hanya mengutus AM Suyanto, Pengawas Bidang SMA/SMK, untuk menemui massa aksi di depan pagar gerbang di pinggir jalan Cut Nyak Dien itu. Suyatno yang didampingi sejumlah pegawai Disdik dan aparat keamanan mengatakan ia mendapat perintah dari pimpinan untuk menemui dan menjawab apa yang menjadi keluhan dari massa AMI yang menggelar unjuk rasa seputar seleksi PPDB 2024 yang telah berlalu.
"Pada prinsipnya, kami dari pihak dinas telah bekerja sesuai aturan dan regulasi yang ada. Terkait anak-anak kita yang belum mendapatkan pendidikan yang layak, nanti juga saya akan sampaikan kepada pimpinan," kata Rosbinar mengulang pernyataan perwakilan dari Disdik saat aksi demo AMI Kamis pagi kemarin.
Semestinya, pejabat Disdik terkait tidak perlu takut dengan kedatangan aktivis AMI yang bermaksud hanya menyampaikan aspirasi dan keinginan mulia bagaimana anak keluarga yang tak mampu tetap bisa mendapatkan hak pendidikan yang layak.
"Keengganan Sekretaris Disdik dan Kabid SMK menemui kami makin menguatkan indikasi ada ketidak beresan dan pelanggaran dalam PPDB lalu. Mereka terkesan berusaha menyembunyikan dan mengelabui dengan berbagai pernyataan bahwa PPDB sudah berjalan secara baik dan benar. Padahal tidak demkian dan itu masuk kategori pembohongan publik. Tapi kita tidak tinggal diam apalagi, persoalan ini akan tetap ditindaklanjuti dan dikawal sampai tuntas, jika perlu sampai ke ranah hukum," beber Rosbinar.
Aktivis AMI yang juga juga pimpinan sebuah media online itu cukup lega dan bersyukur karena aspirasi yang diperjuangkan organisasinya mendapat respons positif dari wakil rakyat di DPRD Riau. Saat menggelar unjuk rasa di rumah rakyat itu di hari yang sama, dua anggoat dewan dari Komisi V, yakni Eva Yuliana dari Partai Demokrat dan Syofyan Siroj dari PKS, menerima dengan baik. Keduanya juga bersedia membantu menuntaskan permasalahan PPDB 2024 lalu, di antaranya dengan ikut mendorong rekan-rekan di Komisi V yang membidangi Pendidikan untuk menggelar hearing atau dengar pendapat dengan Disdik dan sejumlah kepala SMAN/SMKN terkait dengan melibatkan DPP AMI dan orang tua calon siswa jalur afirmasi.
"Kita memang minta dilakukan hearing, dan Alhamdulillah kedua anggota dewan itu setuju, tapi mereka kita mengajukan surat resmi kepada Komisi V untuk memfasilitasi penyelenggaraan hearing tersebut. Kita di DPP AMI sudah sepakat untuk menyegerakan buat surat yang diminta.
Mudah-mudahan anggota dewan Komisi V komit untuk menggelar hearing tersebut. Saya yakin, lewat hearing itu seluruh proses PPDB lalu akan dibuka dan diketahui, apakah sesuai atau pelanggaran. Itu juga jadi acuan kita dari DPP AMI untuk tindakan selanjutnya," ulas Rosbinar.
Berkenaan dengan nasib Dimas dan casis jalur afirmasi yang tereliminasi pada PPDB 2024 lalu, kedua wakil rakyat itu juga berjanji akan membantu sehingga mereka tetap bisa beroleh haknya mendapatkan pendidikan layak.
"Pak Syofyan Siroj tegas mengatakan jangan sampai ada warga negara tereleminir. Nah, semoga saja demikian, sehingga Dimas dan teman yang senasib lainnya tidak lagi merasa nestapa karena tidak bisa melanjutkan sekolah," pungkas Rosbinar.
Sumber : DPP AMI