Transsulteng-Morowali -Salah satu usaha pengolahan kayu, yakni UD Kausar disorot oleh masyarakat UPT Trans Kabera, Desa Bahoea Reko-Reko, Kecamatan Bungku Barat, Kabupaten Morowali.
Pengolahan kayu di wilayah tersebut dinilai memberi dampak negatif dan cenderung merugikan masyarakat setempat.
Dalam rapat bersama yang diselenggarakan Pemerintah Desa Bahoea Reko-Reko, di Balai Desa Bahoea Reko-Reko, dihadiri perwakilan Pemerintah Kecamatan Bungku Barat, Kepala Desa, Ketua BPD, Sekdes Bahoea Reko-Reko dan Direktur UD Kausar bersama masyarakat Desa Bahoea Reko-Reko, permasalahan itupun terungkap.
Sejumlah masyarakat menyampaikan keluhan dan kejanggalan atas pengolahan kayu UD Kausar, dimana awalnya, pada tiga tahun lalu UD Kausar pernah melakukan sosialisasi dan bersepakat akan memberikan fee kepada pihak desa sebesar Rp100.000,- per kubiknya.
Sedangkan untuk sertifkat lahan dua masyarakat SP2 Trans Bahoea Reko-Reko, foto copynya yang diminta oleh UD Kausar menjadi dasar pengajuan izin pengolahan kayu.
Bahkan pemilik sertifikat pun dijanjikan untuk setiap foto copy sertifikat akan dibayarkan sejumlah tiga juta rupiah, dengan sistem pembayaran bertahap. Tahap satu di tiga bulan pertama sebanyak 1,5 juta rupiah, dan sisanya 1,5 juta rupiah tiga bulan kemudian.
Seiring berjalannya waktu, sebagian besar tidak dilakukan pembayaran kepada masyarakat pemilik sertifikat. Bahkan cenderung dihindari, namun pengolahan sudah berjalan selama dua tahun terakhir.
Lebih parahnya lagi, permasalahan dengan UPT SP2 Trans Bahoea Reko-Reko belum selesai, kini pengolahan kayu sudah merambah ke UPT SP2 Trans Kabera Desa Bahoe Reko-Reko.
Sementara, mengenai fee berdasarkan kesepakatan saat itu dengan masyarakat Trans Kabera, hingga kini tidak direalisasikan dengan alasan bahwa pengolahan kayu berada di lahan bersertifikat sesuai pengajuan untuk izin pengolahan kayu, dan disebut belum masuk wilayah yang disepakati sebelumnya.
Salah seorang tokoh masyarakat Trans Kabera Desa Bahoea Reko-Reko, Cambang menjelaskan, ada sejumlah keanehan yang patut diduga merupakan pelanggaran hukum, baik dalam proses penerbitan izin maupun pengolahan kayu yang diduga dilakukan di lahan dua masyarakat Trans Kabera Desa Bahoea Reko-Reko yang belum bersertifikat.
"Menurut penilaian kami, ini sangat aneh, karena lokasi sertifikat berdasarkan pengakuan Direktur UD Kausar tidak diketahui dimana lokasinya, berdasarkan fakta lapangan, lokasi yang diolah kayunya merupakan lahan yang tidak bersertifikat dan masuk di wilayah Trans Kabera, bahkan sebagian kayu diolah sudah masuk dalam kawasan hutan lindung" jelas Cambang.
Mengenai persoalan tersebut, masyarakat Bahoea Reko-Reko termasuk yang dari UPT SP2 Trans Bahoea Reko-Reko maupun UPT SP2 Trans Kabera meminta untuk penghentian sementara aktifitas pengolahan kayu UD Kausar.
Adanya permintaan masyarakat, Busra selaku Direktur UD Kausar akhirnya menyanggupi dan membuat surat pernyataan yang ditandatangani untuk penghentian aktifitas pengolahan kayu, baik di wilayah Trans Kabera maupun Trans SP2 Bahoea Reko-Reko, sebelum adanya penyelesaian atau peninjauan lahan 1 dan 2 oleh masyarakat dan instansi terkait.BAMS.