Notification

×
Gubernur Sulteng
SELAMAT-HARI-RAYA-3 Whats-App-Image-2023-04-03-at-18-46-33-1

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Rustam Bantah SHM Dikatakan Terbit Di Atas Hutan Kawasan

Selasa, 18 Oktober 2022 | Oktober 18, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-10-19T02:19:51Z

 

TransSulteng-Morowali-Konflik lahan yang terjadi sejak dua tahun terakhir, antara masyarakat Desa Buleleng Kecamatan Bungku Pesisir, Kabupaten Morowali dengan PT.l Bima Cakra Perkasa Mineralindo (BCPM), hingga kini belum menemui titik terang. 

Sejumlah pihak mulai bereaksi dalam menyikapi konflik agraria di wilayah Desa Buleleng. Setelah sebelumnya, surat penyampaian Bupati Morowali yang intinya meminta agar perusahaan tidak beraktifitas terlebih dahulu sebelum menyelesaikan persoalan lahan dengan masyarakat Desa Buleleng, namun sangat disayangkan, surat yang dicap Garuda itu tidak diindahkan pihak perusahaan.

Hal ini memantik reaksi masyarakat Desa Buleleng yang geram dengan sikap pihak perusahaan, yang selama ini dinilai merasa kuat, merasa benar dan arogan, sehingga cenderung tidak menghargai pemerintah dari tingkat desa hingga tingkat kabupaten.

Alhasil, masyarakat Desa Buleleng pun melakukan aksi unjukrasa dan aksi blockade jalan houling menuju jetty PT BCPM. 

Meski aksi unjukrasa sudah dilakukan dan blockade jalan houling terus berlanjut, PT BCPM seakan tidak bergeming. Kondisi ini terbukti, ketika aksi unjuk rasa besar-besaran ratusan masyarakat Desa Buleleng yang mendatangi kantor perusahaan tersebut, Senin (17/10/2022).

Bukannya massa aksi ditemui petinggi perusahaan, sebaliknya pihak perusahaan seolah menggunakan politik “adu domba” alias ingin membenturkan karyawannya dengan massa aksi yang notabene masyarakat Desa Buleleng. 

Padahal, kata Rustam, kehadiran massa aksi untuk menyampaikan aspirasi secara damai sekaitan dengan sejumlah persoalan yang terjadi antara kedua pihak. Adapun tuntutan yang disampaikan antara lain, pertama, adanya dugaan penyerobotan lahan. Kedua, dugaan kriminalisasi terhadap warga dan aparat Desa Buleleng. Ketiga, adanya indikasi pelanggaran lingkungan, yakni dugaan pencemaran sumber air warga Desa Buleleng. 

Tak mau tinggal diam dengan polemik yang dialami masyarakat Desa Buleleng, Ketua DPRD Morowali, Kuswandi angkat bicara. Melalui siaran persnya, Kuswandi menyerukan pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) PT BCPM.

Alasan yang mendasarinya, tidak lain adalah bentuk perlindungan terhadap hak-hak masyarakat.

Menurut Rustam selaku korlap aksi massa warga Desa Buleleng mengatakan, sejak dua tahun lalu konflik lahan ini sudah terjadi. Dalam perjalanan proses penyelesaian, berbagai alibi sempat disampaikan pihak perusahaan yang kesannya menghendari adanya ganti rugi lahan masyarakat, diantaranya, soal klaim masyarakat Desa Laroenai, Kecamatan Bungku Pesisir.

Alibi, soal adanya kawasan hutan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor.SK.869/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014 tentang Peta Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Sulawesi Tengah dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor.SK.8113/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/11/2018 tanggal 23 November 2018 tentang Peta Perkembangan Pengukuhan Kawasan Hutan Provinsi Sulawesi Tengah sampai dengan tahun 2017.  

Akan tetapi, lanjut Rustam, perlu diketahui sertifikat sudah lebih dulu terbit di tahun 2011, kemudian muncul perluasan kawasan hutan di tahun 2014. 

"Jadi, tidak benar kalau sertifikat terbit diatas kawasan hutan, tapi sebaliknya, kawasan hutan yang terbit di atas sertifikat masyarakat, sehingga pihak perusahaan sebaiknya jangan menggunakan alasan ini untuk tidak menyelesaikan lahan bersertifikat milik masyarakat Desa Buleleng" ujarnya dengan nada tinggi.

Terbaru, pihak perusahaan meminta agar pihak masyarakat pemilik sertifikat untuk proses penyelesaian lahan harus datang sendiri ke kantor PT BCPM untuk diselesaikan.

Namun perlu diketahui, sertifikat asli masyarakat Desa Buleleng sebanyak 600 sertifikat sudah berada ditangan pihak penyidik Polda Sulteng untuk proses penyidikan.

"Hanya tidak enaknya disebut, ini terjadi perampasan karena penyitaan sertifikat tanpa diketahui pemilik dan pemerintah desa, inilah yang kami sebut aneh, pihak perusahaan yang mendorong proses hukum terkait proses penerbitan sertifikat sehingga disitanya sertifikat, tapi perusahaan pula yang meminta masyarakat untuk membawa sertifikat untuk diganti rugi, sertifikat duluan terbit dibandingkan status kawasan hutan, tapi proses penerbitan sertifikat yang dipersoalkan, makanya kami bilang, perusahaan ini tidak layak ada di bumi Morowali" tandas Rustam.Lp -Bams

Gubernur Sulteng Polda Sulteng Bupati Parrimo DUKCAPIL Sulteng BKAD Provinsi Nama Iklan
×
Berita Terbaru Update
close
Banner iklan disini